Tetapi, kado "pribumi" ini masih terbilang kecil untuk Jokowi. Sebab, ada kado lainnyayang jauh lebih besar. Kado ini rencananya dikirim oleh Donald Trump dari Amerika Serikat.
Sebagaimana yang diberitakan oleh Tempo.co, sekitar 2.000 warga Indonesia beretnis Tionghoa yang akan dideportasi dari Amerika Serikat. Mereka disebutkan sebagai korban kerusuhan Mei 1998 yang melarikan diri ke Amerika Serikat karena khawatir atas keselamatan nyawanya.
Awal Agustus 2017, warga Indonesia yang disebut sebagai imigran gelap itu diberitahu untuk kembali berdasarkan perintah eksekutif Trump yang diteken pada tanggal 25 Januari 2017.
Rencana kembalinya ke-2.000 warga Indonesia dari pelariannya setidaknya akan menambah masalah bagi Jokowi yang tengah semakin memanasnya isu "pribumi vs non pribumi".
Padahal, tanpa kedatangan warga Indonesia dari Amerika tersebut, pemerintah Jokowi sudah dibuat kalang kabut oleh banyaknya tenaga kerja ilegal asal China yang masuk dan berebutan lapangan kerja dengan rakyat "bumi putera".
Rencana kepulangan 2.000 warga Indonesia dari pelariannnya, persoalan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang telah membuat banyak rakyat Indonesia geram, masuknya TKA ilegal asal China, dan persoalan lainnya pastinya akan semakin memanaskan isu "pribumi vs non-pribumi". Ironisnya, isu ini justru "disumbang" sendiri oleh kelompok yang sebarisan dengan Jokowi.
Melihat isu "pribumi vs non-pribumi" yang juga diangkat oleh kelompok yang sebarisan dengan Jokowi, Rocky Gerung benar dan seutuhnya benar.
Menurut dosen filsafat UI ini, kubu Jokowi menghadirkan masyarakat yang terbelah yang salah satunya disumbang dengan dipekerjakannya buzzers yang beraksi di media sosial.