Tampang

Sebelum Berkoalisi dengan Prabowo, SBY harus Pikirkan 4 Faktor Ini.

31 Jul 2017 14:27 wib. 2.445
0 0
rachland

Bukankah Hatta merupakan besan dari SBY sendiri. Bukankah Hatta juga mertua dari anak kandung SBY sendiri. Bukankah Ketum PAN itu juga ayah dari menantu SBY sendiri dan kakek dari cucu SBY sendiri.

Sebaliknya, SBY pun tidak mungkin mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Sebab, di balik pasangan tersebut ada sosok Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dan, sudah menjadi rahasia umum jika hubungan SBY-Megawati sudah retak jelang Pilpres 2004.

Di level “elit”, seperti Pilpres dan Pilgub DKI, sebenarnya, antara Demokrat dan PDIP sempat berencana berkoalisi dalam Pilgub DKI 2012.

Ketika itu, Demokrat yang dipimpin Anas Urbaningrum sudah menyetujui kader PDIP Adang Ruhyatna untuk mendampingi Fauzi Bowo. Tapi, hanya beberapa hari jelang batas akhir pendaftaran calon gubernur-wakil gubernur, PDIP menarik Adang dan mengajukan Joko Widodo sebagai cagub. Jokowi dipasangkan dengan kader Gerindra Dedi Mizwar.

Namun, hanya sehari jelang batas akhir, Gerindra mencoret Dedi dan menyodorkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Karuan saja Megawati dan Jokowi menolak Ahok. Tetapi, PDIP tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima Ahok untuk dipasangkan dengan Jokowi.

Sampai sekarang alasan Gerindra memilih Ahok masih menjadi misteri. Apalagi ketika itu Ahok bukanlah kader Gerindra tetapi kader Golkar dan merupakan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar.

Demikian juga dengan Demokrat dan Gerindra. Dalam Pilgub DKI 2017 lalu, SBY sempat berkomunikasi dengan Prabowo. Sayangnya, upaya untuk berkoalisi langsung berantakan.

Sederhananya, SBY tidak mendukung Prabowo karena persoalan masa lalu Prabowo. Di sisi lain SBY pun tidak mendukung Jokowi dikarenakan persoalan pribadinya dengan Megawati.

Tapi, pertanyaannya, apakah mungkin SBY mengubah sikapnya jika Prabowo mau menerima Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres?

Pertanyaan ini menarik, sebab, untuk level Pilgub (Pilgub DKI) saja Prabowo menolak AHY, apalagi untuk sekelas Pilpres. Entah, jika di kemudian hari Prabowo pun berubah pikiran.

Tetapi, perubahan sikap SBY dari yang semula menentang Prabowo menjadi pendukungnya pastinya akan membuahkan sejumlah permasalahan baru, bahkan mungkin konflik baru.

Pertama. Konflik di antara internal Demokrat sendiri. Sudah menjadi rahasia umum jika sejumlah kader, terutama kader muda Demokrat memandang Prabowo sebagai pelaku penculikan aktivis pada 1997-1998. Jika Demokrat mendukung Prabowo, maka mesin politik Demokrat tidak akan berjalan mulus.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.