Lihat saja sejumlah kicauan Wasekjen Demokrat Rachland Nashidik lewat akun twitternya @ranabaja. Ada sejumlah twit Rachland yang menolak Prabowo dengan alasan terlibat dalam kejahatan HAM.
Kedua. Jika SBY menjodohkan AHY dengan Prabowo, maka SBY dianggap telah membuka front baru dengan jenderal-jenderal purnawirawan pro-Wiranto. Celakanya bagi SBY, pro-Wiranto saat ini tengah menduduki kekuasaan.
Benar dalam pagelaran Pilgub DKI 2017, Prabowo berhasil memenangkan pasangan yang diusung partainya yang berkoalisi dengan PKS.
Terapi, perlu dicatat, Kemenangan Prabowo salah satunya disebabkan kerena faktor Ahok. Jika lawan dari Gerindra-PKS saat itu bukan Ahok, apakah Prabowo dapat mencicipi kemenangannya atas kubu Wiranto?
Apalagi, meski Ahok seorang triple minority (keturunan Tionghoa, beragama Kristen, dan pendatang) serta terseret dalam berbagai kasus, utamanya kasus penistaan agama, kemenangan Prabowo tersebut dilalui dengan susah payah.
Ketiga. Memajukan AHY dalam Pilpres 2019 pun bukan pilihan yang tepat bagi SBY. SBY pastinya tahu persis jika salah satu yang menentukan dalam mencapai tujuan dalam dunia politik adalah pencitraan.
Lantas, citra apa yang terbentuk bagi AHY yang lebih memilih mundur dari kemiliteran untuk maju sebagai cagub DKI, lantas kembali maju dalam Pilpres 2019? Bukankah sangat mudah membentuk citra buruk bagi AHY. Dan, sekali citra buruk tersematkan, sulit untuk menghapusnya.
Keempat, Pemilu 2019 akan digelar secara serentak. Jika AHY akan diusung sebagai capres atau cawapres Pilpres 2019, maka ia tidak mungkin terjun dalam Pileg 2019. Sementara, peluang AHY untuk lolos ke Senayan jauh lebih besar ketimbang masuk ke Istana negara.
Jika gagal dalam Pilpres 2019, panggung AHY hanya ada di wilayah aktivitas politik partainya. Karenanya, kalau SBY akan mengorbitkan AHYdi pentas politik nasional, maka pilihan Pileg atau Pilpres harus benar-benar dipertimbangkan secara masak.
Dari empat faktor di atas, sepertinya SBY tidak akan mengubah sikapnya kepada Prabowo dan tidak akan menduetkan AHY dengan Prabowo.