Anies Baswedan akan dicapreskan oleh Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019. Begitu yang dikatakan banyak orang. Sebagian lagi bilang, Anies Baswedan akan maju sebagai pendamping Prabowo, alias menjadi cawapres.
Pendapat, atau bahkan mungkin harapan, demikian tidak salah mengingat nama Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2012 ini tengah moncer dan beberapa lembaga survei menyebut namanya dalam daftar calon presiden.
Tetapi, hasil survei bukanlah sebuah angka yang hanya menampilkan satu dimensi. Ada sederet dimensi lainnya yang tersembunyi di dalamnya yang mungkin tidak terpikirkan oleh banyak orang.
Anies Baswedan disebut-sebut sebagai kuda hitam jika diturunkan dalam Pilpres 2019. Begitu kesimpulan Muhammad Qodari, Boss Indo Barometer, yang baru saja merilis hasil surveinya pada 15 Februari 2018.
Menurut Qodari, Anies bisa menjadi kuda hitam karena jabatan strategisnya sebagai orang nomor satu di Jakarta dan banyak sorot oleh media massa. Hal ini pastinya, membantu dirinya dikenal seluruh lapisan masyarakat.
"Tetapi PR (pekerjaan rumah) banyak, jadi kalau Anies buat kebijakan, kebijakannya itu jadi sorotan, contohnya Becak yang pembicaraannya berlanjut terus," tutur Qodari (Sumber: Tribunnews.com).
Kesimpulan Qadari benar, sosok Anies memang kuda hitam jika diturunkan dalam Pilpres 2019. Tetapi, Qadari salah jika berpikir kekudahitaman Anies itu disebabkan karena sebagai Gubernur DKI, Anies mendapat sorotan media.
Sorot media memang menghasilkan peningkatan popularitas. Tetapi, dalam popularitas terkandung dua muatan, yaitu sentimen positif dan sentimen negatif. Karenanya ada orang yang populer karena dielu-elukan media. Sebaliknya ada juga yang menjadi populer karena diberitakan sebagai musuh masyarakat. Dan, ada juga yang karena keduanya.
Jika diperhatikan, sebagian besar media arus utama dan pengguna media sosial lebih menempatkan Anies sebagai tokoh antagonis. Dengan pembingkaian tersebut, logikanya, Anies Baswedan tidak mungkin menjadi tokoh yang layak diturunkan dalam Pilpres 2019.