Tampang.com | Revolusi Iran 1979 menjadi momen penting dalam sejarah politik dunia, di mana kekuasaan berpindah tangan dari seorang raja, Syah Iran Mohammad Reza Pahlavi, kepada seorang ulama, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Proses revolusi ini tidak hanya mengubah wajah Iran, tetapi juga memiliki dampak besar yang dirasakan di seluruh dunia, terutama dalam konteks geopolitik Timur Tengah.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Syah Iran berusaha melakukan modernisasi dan westernisasi di Iran melalui berbagai program reformasi yang dikenal sebagai "Revolusi Putih". Namun, upaya ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama kelompok-kelompok konservatif dan religius. Mereka merasa bahwa modernisasi yang dipaksakan oleh Syah tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan tradisi masyarakat Iran. Salah satu kritik terpenting datang dari Ayatollah Khomeini, yang dikenal sebagai tokoh oposisi paling menonjol terhadap rezim Syah.
Ayatollah Khomeini, yang saat itu berada di pengasingan di Prancis, mampu memobilisasi rakyat Iran untuk menentang kebijakan Syah dan menyerukan revolusi. Khomeini menyampaikan pesan-pesan penuh semangat melalui kaset rekaman yang menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok Iran. Masyarakat Iran, yang terkungkung oleh kebijakan represif dan ketidakpuasan sosial, merasa terinspirasi oleh visi Khomeini tentang Iran yang lebih religius dan berdaulat.