Saling serang menggunakan isu agama tidak hanya menciptakan polarisasi dalam pemilu, tetapi juga bisa berujung pada konflik yang lebih besar. Umat beragama yang seharusnya hidup berdampingan dapat terjebak dalam ketegangan yang disebabkan oleh penggunaan semboyan politik yang mendiskreditkan satu sama lain. Dalam konteks ini, politik identitas menjadi sebuah pedang bermata dua; sementara dapat digunakan untuk menggalang dukungan, dampak jangka panjangnya dapat mengancam harmoni sosial.
Karena alasan inilah, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis terhadap bagaimana politik identitas diimplementasikan, terutama yang melibatkan agama. Memahami peran dan pengaruh agama dalam pilpres adalah langkah awal menuju pemilihan yang lebih sehat dan inklusif. Menjadi pemilih yang cerdas dan kritis bukan hanya soal memilih calon berdasarkan janji-janji mereka, tetapi juga memahami arus dan dinamika yang ada di baliknya.
Saat menjelang pilpres, tantangan untuk mendobrak batasan-batasan identitas dan mencaptkan nilai-nilai kemarian harus menjadi agenda utama bagi semua pihak.