Dari sisi lain, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga menanggapi serius setiap gugatan yang masuk, tetapi dalam konteks ini, ia mendukung pendapat DPR terkait legal standing pemohon. Baginya, substansi dari gugatan tersebut perlu dipahami lebih dalam. “Kami menghargai setiap aspirasi masyarakat, namun perlu diingat bahwa tidak semua aspirasi dapat diterjemahkan dalam bentuk gugatan hukum,” ungkap Supratman.
Revisi UU TNI sendiri telah melalui serangkaian proses legislasi yang panjang, termasuk pembahasan di berbagai tingkat. Para legislator berusaha untuk memastikan bahwa revisi tersebut tidak hanya memenuhi tuntutan zaman, tetapi juga tetap menjaga marwah TNI sebagai institusi yang berperan penting dalam pertahanan dan keamanan negara. Namun, keberadaan kelompok yang menentang terkadang menimbulkan kesan bahwa ada ketidakpuasan dalam proses tersebut.
Sementara itu, para penggugat, terutama dari kalangan mahasiswa dan ibu rumah tangga, merasa bahwa wawasan mereka sebagai warga negara seharusnya diperhitungkan dalam pembentukan undang-undang. Mereka berargumen bahwa dampak dari UU TNI akan dirasakan oleh seluruh masyarakat, bukan hanya oleh anggota TNI atau pegawai negeri yang terkait secara langsung. Kendati demikian, pemerintah dan DPR tetap berpegang pada prinsip bahwa untuk menggugat sebuah undang-undang, penggugat harus mampu menunjukkan bagaimana mereka secara langsung terdampak oleh substansi undang-undang tersebut.