Sebagian besar masyarakat Papua merindukan keadilan dan pengakuan atas hak-hak mereka. Dengan keberadaan kekayaan alam yang melimpah, mereka merasa seharusnya mendapatkan manfaat yang lebih besar. Ketidakpuasan ini tidak hanya terakumulasi dalam bentuk protes damai, tetapi sering kali berujung pada aksi-aksi kekerasan antara militer dan kelompok separatis. Fenomena ini memperlihatkan kompleksitas konflik di Papua yang tidak hanya berakar pada isu politik, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Berseberangan dengan semangat untuk pembangunan, banyak pula angkatan militer yang diterjunkan ke Papua dalam rangka mengatasi masalah keamanan. Namun, kehadiran mereka sering kali menghasilkan dampak negatif bagi masyarakat setempat. Rakyat Papua sering kali merasakan ketakutan dan kecemasan yang mendalam, yang diperburuk dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia oleh militer. Operational militer yang seharusnya untuk menjaga keamanan justru menambah luka lama yang belum sembuh, memperpanjang siklus kekerasan yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari.
Organisasi non-pemerintah dan berbagai pengamat internasional sering mengamati konflik di Papua dan menyerukan perlunya rekonsiliasi serta dialog yang lebih manusiawi antara pemerintah dan masyarakat Papua. Masyarakat internasional terus mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan hak asasi manusia dan menghentikan tindakan diskriminatif yang dirasakan oleh rakyat Papua. Namun, upaya tersebut sering kali berujung pada halaman kosong, tanpa realisasi yang berarti di lapangan.