Kalau pemerintah masih bertahan terhadap keinginannya, maka, lanjut pria kelahiran Sumatera Selatan ini, hal itu sama saja kembali kepada era orde baru yang bersikap otoriter. ”Apa yang ada di UU Ormas hasil Perppu itu sama dengan juga yang dibuat di zaman Orba. Dan ini tidak ada bedanya jika ormas dibubarkan secara sepihak tanpa lewat pengadilan,” tegasnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara lainnya, Said Salahudin menyatakan hak yang sah-sah saja jika nanti UU Ormas yang baru ini dilakukan revisi. Mengingat masih ada pihak-pihak di DPR dan masyarakat yang menolak. ”Secara konstitusi, yang namanya UU itu bisa direvisi. Meski itu merupakan hasil dari perppu. Tapi revisi itu harus tetap melalui mekanisme pengajuan ke prolegnas (program legislasi nasional) di DPR,” ucap Said
Direktur Eksekutif Sigma Indonesia ini pun meyakini pemerintah akan menyetujui revisi namun dengan pasal-pasal yang tidak akan merugikan. ”Intinya nanti akan terjadi win- win solution yang ditawarkan pemerintah. Kecuali mungkin yang memang alot adalah di proses pembubaran ormas tanpa melalui peradilan. Atau mungkin solusinya adalah proses peradilannya dipangkas waktunya sehingga tidak terlalu lama,” terangnya.
Sementara, selain Demokrat yang sudah menyiapkan draft revisi UU Ormas, ke depan akan juga menyusul dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). ”Nanti pada masa sidang berikut, pada kesempatan pertama akan diajukan naskah akademiknya,” kata Wasekjen DPP PPP Achmad Baidowi.