Pembatalan ini juga disebut berkaitan dengan adanya konflik kepemilikan lahan antara masyarakat dengan pihak tertentu yang mengklaim tanah tersebut secara sepihak. Sejumlah laporan warga menyebutkan bahwa penerbitan sertifikat di Desa Kohod diduga dilakukan tanpa prosedur yang jelas, sehingga menimbulkan tumpang tindih hak kepemilikan tanah.
“Kami tidak ingin ada praktik-praktik mafia tanah yang merugikan rakyat. Oleh karena itu, kami akan terus melakukan evaluasi dan pembatalan jika ditemukan sertifikat yang bermasalah,” tegas Nusron.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa pemerintah akan menindak tegas oknum yang terbukti terlibat dalam penerbitan sertifikat bermasalah. Jika ditemukan pelanggaran, pihaknya akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini.
Keputusan pembatalan ini membawa dampak bagi pihak-pihak yang telah memiliki sertifikat tersebut. ATR/BPN akan memberikan solusi bagi warga yang terdampak dengan melakukan verifikasi ulang terhadap kepemilikan tanah di wilayah tersebut.
“Kami akan membuka pengaduan dan proses klarifikasi bagi warga yang merasa dirugikan. Pemerintah akan memastikan bahwa hak kepemilikan tanah diberikan kepada pihak yang benar-benar berhak,” ujar Nusron.