Menteri ATR BPN juga menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melakukan evaluasi lebih lanjut terkait masalah ini, termasuk memeriksa apakah ada kesalahan administratif atau prosedural yang terjadi dalam penerbitan sertifikat tanah di kawasan pagar laut tersebut. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan sertifikat pertanahan adalah hal yang sangat penting untuk dijaga, apalagi di kawasan yang memiliki potensi sengketa atau masalah hukum.
Nusron Wahid juga mengingatkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk melaporkan jika mereka menemukan kejanggalan terkait dengan masalah pertanahan. Oleh karena itu, ia mengapresiasi penggunaan aplikasi BHUMI oleh masyarakat yang dapat membantu memantau dan mengawasi pengelolaan pertanahan dengan lebih transparan.
Masalah ini memunculkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat yang menilai bahwa pembangunan di kawasan pagar laut bisa merusak ekosistem pesisir dan merugikan masyarakat sekitar. Kawasan pesisir, khususnya yang berupa pagar laut, memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan alam, seperti mencegah abrasi dan melindungi lingkungan sekitar.
Jika pembagian sertifikat hak milik atau hak guna bangunan di kawasan tersebut terbukti melanggar peraturan atau merusak lingkungan, maka bisa berpotensi menimbulkan masalah hukum yang lebih besar di kemudian hari. Oleh karena itu, banyak pihak yang mendesak agar Kementerian ATR/BPN segera melakukan pengawasan dan evaluasi lebih ketat terkait masalah ini.
Terkait dengan temuan ini, beberapa pihak menyarankan agar pemerintah memperkuat pengawasan terhadap penerbitan sertifikat tanah di kawasan-kawasan yang memiliki potensi kerusakan lingkungan atau konflik kepentingan. Pemerintah juga diharapkan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait untuk memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat tanah di kawasan sensitif seperti pagar laut atau kawasan pesisir lainnya.