Tampang

Masihkah Makar Mengancam Jokowi?

7 Nov 2017 11:57 wib. 2.257
0 0
Masihkah Makar Mengancam Jokowi?

Kelompok kedua terdiri dari pihak-pihak yang tidak menghendaki kekuasaan berlanjut. Kelompok ini berupaya mengambil alih kekuasaan lewat pemilu sesuai dengan konstitusi..

Sedangkan kelompok ketiga merupakan penentang keras kekuasaan. Kelompok ini berupaya untuk merebut kekuasaan dari tangan Jokowi tanpa melewati proses pemilu.

Di beberapa negara, kelompok ketiga tidak pernah abses mengisi hiruk pikuk politik. Di Indonesia, kelompok ketiga ini ada di setiap pemerintahan, dari mulai Soekarno sampai SBY. Pada masa pemerintahan SBY, misalnya, Fadjroel Rachman yang saat ini menduduki kursi Komisaris Utama PT Adhi Karya pernah mendesak SBY mundur.

"SBY ini adalah sebuah rezim kriminal. Tidak ada jalan lain, SBY harus mundur. Karena kalau diteruskan bangsa ini akan makin miskin," desak Fadjroel (Sumber: RMOL.CO)

Kelompok pertama dan kelompok kedua pastinya berupaya melawan upaya kelompok ketiga yang ingin melengserkan pemerintah. Tetapi, ketika waktu pelaksanaan pemilu sudah semakin mendekat, kelompok ketiga akan mendekati kelompok kedua untuk menganti rezim yang tengah berkuasa.

Pertanyaannya, dalam rentang waktu sampai Hari-H pelaksanaan pemilu, kapan batas waktu bagi kelompok ketiga untuk menghapus agenda makarnya? Ini yang tidak jelas.

Tetapi, secara teori, kelompok pertama pun bisa saja melancarkan "aksi kudetanya". Bedanya, jika kelompok ketiga mengudeta untuk merebut kekuasaan, kelompok pertama "mengudeta" dirinya sendiri untuk menciptakan alasan penangkapan bagi lawan-lawan politik, baik yang berasal dari kelompok pertama maupun keompok kedua.

Selain memiliki alasan untuk menangkapi lawan-lawan politiknya, kerusuhan yang terjadi dapat dimanfaatkan sebagai alasan kelompok pertama untuk mengundurkan pelaksanaan pemilu hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Dengan demikian kekuasaan kelompok pertama akan langgeng sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Tujuannya jelas, selain dapat menghilangkan ancaman dari lawan-lawan politiknya, kerusuhan yang didalangi oleh kelompok pertama pun dapat dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan.

Kudeta militer yang terjadi di Turki pada 2016 dimanfaatkan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Dengan melihat banyaknya kejanggalan, tidak sedikit yang mencurigai jika kudeta miiter tersebut hanyalah akal-akalan yang digagas oeh Erdogan sendiri.

Di Indonesia, TNI  tidak mungkin mengangkat senjata untuk merebut kekuasaan. Jadi, tidak akan terjadi kudeta seperti yang terjadi di Libya atau di Suriah.

Karenanya, satu-satunya cara untuk menjatuhkan pemerintah hanya dengan mengobarkan kerusuhan massal seperti yang terjadi di Tunisia sebelum jatuhnya Presiden Ben Ali pada 2011, Mesir pada 2011 saat menggulingkan Presiden Hosni Mubarak, atau di Indonesia saat kejatuhan Presiden Soeharto pada 1998.

Di Tunisia, aksi bakar diri Mohammed Bouazizi memicu kerusuhan massal yang berujung pada terjungkalnya Presiden Ben Ali. Tidak ada yang merekayasa aksi bakar diri pemuda 26 tahun tersebut.. Tetapi, foto Bouazizi dengan tubuh yang terbakar menyebar lewat jejaring sosial.sanggup memantik kemarahan rakyat Tunisia.

Soal Makar, Apakah DPR Belum Tahu Insiden "Bouazizi"?

Sama seperti yang terjadi di Tunia, di Indonesia pun demikian, Satu peristiwa kecil dapat dikapitalisasi sehingga akan mengguncang stabilitas politik dan keamanan.

Tetapi, melihat telah terjadinya polarisasi, tidak menutup kemungkinan jika peristiwa pengguingan Presiden Mesir Muhammad Mursi dapat terjadi juga di Indonesia.

Jelang kejatuhan Mursi, rakyat Mesir terpolarisasi ke dalam 2 kelompok. Pertama, kelompok pendukung Mursi yang umumnya merupakan simpatisan Ikhwanu Muslimin. Kedua kelompok anti-Mursi, termasuk Hizbut Tahrir.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?