Kaisar juga mempertanyakan, apakah keputusan ini benar-benar bagian dari strategi jangka panjang yang menguntungkan, atau hanya bentuk kompromi pragmatis untuk memperoleh keringanan tarif dagang yang berisiko secara geopolitik. Ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati terhadap jebakan ketergantungan energi di tengah dinamika geopolitik global yang penuh ketidakpastian.
“Kalau kita terlalu bergantung pada impor LNG dan minyak dari satu negara, itu bisa mengancam ketahanan energi nasional kita. Apalagi, dunia sedang menuju pengurangan energi fosil, dan kita justru mundur selangkah,” tegasnya.
Kaisar meminta pemerintah lebih mengedepankan pendekatan negosiasi yang memperhitungkan kepentingan jangka panjang Indonesia, termasuk komitmen terhadap perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan ketahanan energi nasional. Ia juga mendorong agar hasil perundingan dapat dipaparkan secara transparan kepada publik dan dibahas lebih lanjut bersama DPR.
Sementara itu, di tengah kekhawatiran yang berkembang, sejumlah pengamat energi juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menilai bahwa fokus Indonesia semestinya diarahkan untuk mempercepat investasi di sektor energi terbarukan, bukan memperbesar ketergantungan pada energi fosil, apalagi di tengah tantangan global terkait krisis iklim.