Dalam konteks kepercayaan publik yang masih rapuh terhadap lembaga perwakilan, pemindahan kewenangan memilih kepala daerah dari rakyat ke DPRD justru dinilai kontraproduktif. Alih-alih memperbaiki demokrasi, langkah tersebut dikhawatirkan memperlebar jarak antara rakyat dan pemimpin daerah.
Isu Lama yang Kembali Mengemuka
Wacana pilkada melalui DPRD sejatinya bukan isu baru. Namun, kemunculannya kembali di tengah kondisi sosial dan ekonomi yang masih penuh tantangan dinilai kurang tepat oleh sejumlah pihak. Apalagi, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan bahwa agenda pilkada nasional masih berjalan hingga 2031.
Penolakan dari partai politik besar dan organisasi masyarakat ini menunjukkan bahwa isu pilkada tidak hanya soal teknis pemilu, tetapi menyangkut prinsip dasar demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Rakyat Tetap Subjek Demokrasi
Sikap PDI-P dan Gerakan Rakyat menegaskan satu hal penting: rakyat harus tetap menjadi subjek utama dalam demokrasi, bukan sekadar objek kebijakan elite. Pilkada langsung dipandang sebagai hasil Reformasi yang harus dijaga, bukan dikembalikan ke mekanisme tertutup.
Dengan penolakan yang semakin luas, wacana pilkada melalui DPRD diprediksi akan terus menuai kritik dan perdebatan publik dalam waktu ke depan.