“Pilkada tidak langsung itu tanda kemunduran demokrasi, bahkan putar balik ke arah Orde Baru. Apalagi saat ini suasana masih prihatin, banyak bencana. Pilkada kalau melihat putusan MK masih 2031, buat apa dilempar sekarang, justru semakin menyakiti perasaan rakyat,” imbuhnya.
Gerakan Rakyat: Demokrasi Tak Boleh Dipersempit
Penolakan serupa juga disampaikan oleh Ormas Gerakan Rakyat. Ketua Umum Gerakan Rakyat Sahrin Hamid menegaskan bahwa organisasinya menolak keras usulan pilkada melalui DPRD karena dinilai berisiko mempersempit partisipasi rakyat dan memperkuat dominasi elite politik.
“Biaya politik bukan alasan yang sah untuk mencabut hak demokratis rakyat. Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan, memindahkan pilkada ke DPRD justru berisiko mempersempit partisipasi rakyat dan memperkuat politik elite,” ujar Sahrin melalui akun Instagram resminya, @sahrinhamid, Jumat (26/12/2025).
Pernyataan tersebut telah diizinkan untuk dikutip oleh SINDOnews. Sahrin menekankan bahwa demokrasi tidak boleh dipersempit hanya menjadi persoalan efisiensi anggaran.
“Demokrasi tidak boleh disederhanakan hanya soal efisiensi. Kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan ditarik kembali ke ruang-ruang tertutup kekuasaan,” katanya.
Kekhawatiran Menguatnya Politik Elite
Baik PDI-P maupun Gerakan Rakyat menilai, pilkada melalui DPRD berpotensi memperkuat politik transaksional dan elite-oriented. Mekanisme pemilihan tidak langsung dinilai rawan lobi politik tertutup dan mengurangi transparansi dalam proses demokrasi.