Namun, hubungan antara fatwa ulama dan kebijakan tidak selalu mulus. Terdapat konflik dan ketegangan antara pendapat ulama yang beragam. Beberapa ulama mungkin mengeluarkan fatwa konservatif, sementara yang lain cenderung lebih liberal. Perbedaan ini sering kali menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama dalam situasi yang kompleks dan sensitif secara sosial atau politik. Misalnya, dalam isu-isu seperti kemanusiaan, lingkungan, atau hak asasi manusia, fatwa yang berbeda dapat memberi dampak pada cara pemerintah merespons.
Masyarakat juga semakin kritis terhadap fatwa ulama ketika menyangkut kebijakan publik. Di era modern ini, dengan adanya media sosial dan kemudahan akses informasi, fatwa yang dikeluarkan oleh ulama dapat menjadi viral dalam waktu singkat. Pendapat dan strategi yang diusulkan oleh ulama sering kali diperbandingkan dengan norma-norma hukum dan kebijakan modern. Hal ini dapat memicu debat sengit di dalam masyarakat, di mana generasi muda mungkin cenderung mempertanyakan otoritas ulama yang dianggap tidak sejalan dengan perkembangan zaman.
Contoh nyata dari pengaruh fatwa ulama terhadap kebijakan politik dapat dilihat dalam beberapa peristiwa penting di berbagai negara. Di Indonesia, misalnya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) berperan penting dalam memberikan fatwa tentang berbagai isu, mulai dari penegakan hukum syariah hingga advokasi terhadap kebijakan publik. Fatwa MUI sering kali digunakan oleh para politisi untuk memperoleh dukungan dari umat Muslim.
Dalam konteks internasional, beberapa negara seperti Arab Saudi dan Iran, memiliki sistem di mana fatwa ulama bisa langsung memengaruhi hukum dan kebijakan negara. Di sini, urusan fatwa dan politik integratif, menjadi barang yang tidak terpisahkan, memberikan bimbingan menuju kebijakan yang dianggap sesuai dengan syariat Islam.