Dengan banyaknya kritik yang diarahkan kepada Fadli Zon, pernyataan tersebut tidak hanya mengundang kemarahan tetapi juga menghidupkan kembali luka lama bagi banyak orang yang terguncang oleh peristiwa Mei 1998. Hal ini membuat perdebatan mengenai cara kita memahami dan mengenang sejarah menjadi semakin relevan. Masyarakat dan berbagai elemen di negeri ini terus berupaya untuk tidak hanya mendengarkan tetapi juga belajar dari sejarah, agar peristiwa kelam seperti pemerkosaan massal tidak terulang kembali di masa mendatang.
Fadli Zon, sebagai figur publik dan pemimpin, memiliki tanggung jawab untuk membangun dialog yang konstruktif dan menghormati pengalaman traumatis yang dialami oleh korban. Ketika membahas topik sensitif yang berkaitan dengan hak asasi manusia, penting bagi pemimpin untuk berhati-hati dengan pernyataan yang dapat mengaburkan fakta atau merendahkan pengalaman yang tak terkatakan. Terlebih, mengingat peristiwa Mei 1998 masih meninggalkan bekas yang dalam bagi bangsa ini, perhatian ekstra pada pengungkapan fakta dan kebenaran sangatlah penting.
Reaksi keras terhadap Fadli Zon juga menunjukkan besarnya kepedulian masyarakat terhadap isu tersebut. Rasa keadilan dan pengakuan hak-hak korban pemerkosaan massal menjadi salah satu elemen penting dalam membangun budaya yang menghargai sejarah dan mengedepankan hak asasi manusia. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, suara-suara dari masyarakat yang menuntut keadilan semakin mudah didengar dan mendapatkan perhatian.