Tampang

Ahok Effect: Menghancurkan Etika Beragama Untuk Saling Menghormati Agama Orang Lain

7 Mei 2017 21:35 wib. 6.108
0 0
ismail yusanto

Mereka juga dengan ringan melecehkan para ulama. Tengku Zulkarnaen, wakil Sekjen MUI Pusat, dihadang di Bandara Sintang, Kalteng, diusir, dimaki-maki dan diancam dengan senjata tajam. Padahal ia resmi diundang oleh Bupati untuk berceramah di sana. Apalagi Habib Rizieq, tokoh yang dianggap sebagai penggerak utama Aksi Bela Islam, habis dicaci dan dimaki, seolah ia telah melakukan kejahatan amat besar. Bahkan setelah beredarnya fitnah chating-nya dengan Firza Husein, para pendengki itu seperti mendapat amunisi untuk lebih keras menghantam Habib. KH Ma’ruf Amin, yang notabene seorang kiai sepuh yang kalem, pun tak luput dari hardikan. Lagi-lagi Ahok pelakunya. Parahnya, itu dilakukan di forum pengadilan yang semestinya semua pihak bisa menjaga etika. Penghinaan dialami juga oleh Gubernur NTB, Zainul Majdi. Saat berada di Bandara Changi, Singapura, ia dimaki dengan cara yang sangat kasar dan rasis oleh seorang warga keturunan dengan sebutan pribumi tiko (tikus kotor).

Fenomena Ahok bukan hanya soal maraknya kerendahan adab, tetapi juga hancurnya keadilan hukum dan rusaknya etika politik. Sebegitu banyak kasus korupsi yang melibatkan Ahok mulai dari kasus Busway, RS Sumber Waras, pembelian tanah Cengkareng, proyek Reklamasi dan lainnya dengan bukti yang demikian gamblang, tetap saja Ahok tak tersentuh. Bahkan untuk kasus penistaan al-Quran, jutaan orang sampai harus turun ke jalan sebelum akhirnya Ahok menjadi tersangka. Padahal jelas sekali Ahok telah melakukan penistaan terhadap al-Quran. Dari pengalaman sebelumnya, semua tersangka penista agama pasti masuk penjara. Bahkan Permadi, belum lagi menjadi tersangka penistaan terhadap Nabi Muhammad saw., sudah masuk penjara. Tampak sekali aparat dan birokrat sangat melindungi Ahok.

Akrobat hukum tak berhenti di situ. Meski sudah menjadi tersangka, bahkan terdakwa, dengan berbagai dalih, Ahok tetap tidak ditahan dan tidak dicopot dari jabatan gubernur. Malah dengan pongahnya, ia mempertontonkan kedekatannya dengan Presiden ketika ia berada semobil dengan Jokowi. Pada saat yang sama sejumlah orang, dengan tudingan makar, dengan cepat ditangkap. Lalu pada saat jadwal sidang mestinya mendengarkan tuntutan, lagi dengan berbagai dalih yang tak lucu, Jaksa meminta penundaan hingga dua minggu. Tampak sekali, pembacaan tuntutan itu tak dikehendaki berdampak buruk bagi elektabilitas Ahok jelang pemungutan suara 19 April. Ketika tiba tuntutan dibacakan, publik kembali dikejutkan oleh sandiwara konyol. Ahok hanya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Bila tuntutan ini dipenuhi hakim, praktis dia akan bebas.

Jelang pemungutan suara 19 April, kegilaan makin menjadi-jadi. Mereka dengan terang-terangan menebarkan sembako di sentero Jakarta, suatu tindakan yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang. Namun, mereka tak peduli. Mereka yakin betul aparat di belakang mereka.

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

kuliner tegal
0 Suka, 0 Komentar, 17 Jul 2017

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?