Fenomena Ahok bukan hanya soal maraknya kerendahan adab, tetapi juga hancurnya keadilan hukum dan rusaknya etika politik. Sebegitu banyak kasus korupsi yang melibatkan Ahok mulai dari kasus Busway, RS Sumber Waras, pembelian tanah Cengkareng, proyek Reklamasi dan lainnya dengan bukti yang demikian gamblang, tetap saja Ahok tak tersentuh. Bahkan untuk kasus penistaan al-Quran, jutaan orang sampai harus turun ke jalan sebelum akhirnya Ahok menjadi tersangka. Padahal jelas sekali Ahok telah melakukan penistaan terhadap al-Quran. Dari pengalaman sebelumnya, semua tersangka penista agama pasti masuk penjara. Bahkan Permadi, belum lagi menjadi tersangka penistaan terhadap Nabi Muhammad saw., sudah masuk penjara. Tampak sekali aparat dan birokrat sangat melindungi Ahok.
Akrobat hukum tak berhenti di situ. Meski sudah menjadi tersangka, bahkan terdakwa, dengan berbagai dalih, Ahok tetap tidak ditahan dan tidak dicopot dari jabatan gubernur. Malah dengan pongahnya, ia mempertontonkan kedekatannya dengan Presiden ketika ia berada semobil dengan Jokowi. Pada saat yang sama sejumlah orang, dengan tudingan makar, dengan cepat ditangkap. Lalu pada saat jadwal sidang mestinya mendengarkan tuntutan, lagi dengan berbagai dalih yang tak lucu, Jaksa meminta penundaan hingga dua minggu. Tampak sekali, pembacaan tuntutan itu tak dikehendaki berdampak buruk bagi elektabilitas Ahok jelang pemungutan suara 19 April. Ketika tiba tuntutan dibacakan, publik kembali dikejutkan oleh sandiwara konyol. Ahok hanya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Bila tuntutan ini dipenuhi hakim, praktis dia akan bebas.
Jelang pemungutan suara 19 April, kegilaan makin menjadi-jadi. Mereka dengan terang-terangan menebarkan sembako di sentero Jakarta, suatu tindakan yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang. Namun, mereka tak peduli. Mereka yakin betul aparat di belakang mereka.
++++
Syukurlah, Ahok akhirnya kalah. Namun, Kotak Pandora telah terlanjur terbuka. Sama seperti Pandora dalam mitologi Yunani tadi. Meski ia segera menyadari kekeliruannya, lalu segera menutup kotak itu, semua hal buruk terlanjur telah lepas. Rendahnya keadaban, hancurnya keadilan hukum dan etika politik telah terjadi di mana-mana. Pertentangan bahkan perpecahan antaranggota ormas, partai, antar anggota kelompok alumni, antaranggota keluarga, termasuk antar suami-istri yang berbeda dukungan sudah terlanjur terjadi sampai pada tingkat yang sangat parah karena diwarnai oleh dimensi keyakinan.
Yang lebih memprihatinkan lagi, alih-alih para pendukung pemimpin kafir itu menyadari kekeliruannya, mereka justru membangun argumen yang semakin menunjukkan rusaknya cara berpikir dan rapuhnya keyakinan mereka sebagai Muslim. Dengan segala cara mereka berusaha mencari dalil dan dalih untuk membenarkan pilihan mereka. Hadis yang aslinya tidak ada hubungannya dengan calon gubernur kafir itu, ‘Unshur akhâka zhâlim[an] aw mazhlûm[an]’, dikatakan sebagai bukti bagaimana Nabi saw. sejak dari dulu sudah menyebut Ahok dan meminta kita untuk menolong dia.