Sistem demokrasi telah lama dipandang sebagai salah satu bentuk pemerintahan yang paling ideal. Dengan prinsip kebebasan, kesetaraan, dan partisipasi rakyat, demokrasi menawarkan kesempatan bagi semua individu untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Namun, meskipun banyak memuji, terdapat sejumlah kritik religius yang menyoroti ketidaksesuaian antara nilai-nilai demokrasi dan ajaran agama tertentu.
Salah satu kritik utama terhadap demokrasi dari perspektif agama adalah bahwa sistem ini mengedepankan suara mayoritas tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh agama. Dalam konteks ini, pluralisme dalam demokrasi dapat dinilai sebagai ancaman bagi ajaran-ajaran agama yang cenderung absolutis. Di banyak agama, terutama agama-agama monoteistik seperti Islam dan Kristen, kebenaran dianggap mutlak dan tidak dapat ditawar. Ketika suara mayoritas menentukan keputusan, ada risiko bahwa nilai-nilai yang dianggap suci oleh kelompok agama tertentu terabaikan.
Selain itu, kritik lainnya berkaitan dengan pemisahan antara agama dan negara yang sering kali diusung dalam sistem demokrasi. Dalam pandangan beberapa kalangan religius, pemisahan ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi mereka yang menghayati keyakinan spiritual. Dalam banyak kasus, sistem demokrasi cenderung mengutamakan rasionalitas dan logika sekuler daripada ajaran agama. Hal ini kerap mengakibatkan pengecualian suara-suara religius dalam proses pengambilan keputusan, sehingga merugikan kepentingan kelompok tertentu.