Dibandingkan wanita, pria mungkin cenderung memiliki pengalaman yang lebih jarang dengan sakit ringan atau flu biasa yang datang dan pergi. Karena sistem imun wanita mungkin lebih sering "aktif" menghadapi infeksi ringan (seringkali dengan gejala yang lebih terkendali), mereka mungkin lebih terbiasa dengan sensasi demam, pilek, atau batuk.
Bagi pria, dengan respons imun yang mungkin sedikit lebih lambat atau kurang efisien terhadap beberapa patogen, mereka mungkin tidak sering mengalami episode sakit ringan yang konsisten. Ketika infeksi akhirnya menyerang dan menyebabkan demam, sensasi fisik dari demam (meriang, linu, lemas) bisa terasa sangat asing dan intens karena kurangnya paparan atau pengalaman sebelumnya yang serupa. Ketidakterbiasaan ini dapat memperkuat persepsi bahwa gejala tersebut jauh lebih parah daripada yang sebenarnya. Ini seperti seseorang yang jarang berlari mendadak lari maraton; otot-ototnya akan jauh lebih sakit daripada pelari berpengalaman.
Fenomena "man flu" atau pria yang merasa "mau mati" saat demam bukanlah semata-mata drama. Ada penjelasan ilmiah yang valid mengenai perbedaan biologis dalam respons imun dan persepsi nyeri antara pria dan wanita. Selain itu, faktor psikologis dan kurangnya kebiasaan menghadapi sakit ringan juga turut berkontribusi.