Perbedaan fundamental dalam cara kerja sistem kekebalan ini dapat secara fisik membuat pria merasakan dampak infeksi virus atau bakteri dengan tingkat keparahan yang lebih besar.
2. Ambang Batas Nyeri dan Persepsi Sakit
Selain respons imun internal, persepsi nyeri dan ambang batas rasa sakit juga bisa memainkan peran dalam bagaimana pria melaporkan dan merasakan demam. Ini adalah faktor yang lebih kompleks dan dapat dipengaruhi oleh kombinasi biologi, psikologi, dan sosiologi.
Faktor Biologis: Beberapa penelitian menunjukkan perbedaan neurobiologis dalam pemrosesan nyeri di otak pria dan wanita. Ada indikasi bahwa wanita mungkin memiliki ambang batas nyeri yang lebih rendah (merasakan nyeri lebih cepat) tetapi toleransi nyeri yang lebih tinggi (mampu menahan nyeri lebih lama) dibandingkan pria, meskipun ini sangat bervariasi antar individu. Jika pria memiliki toleransi nyeri yang sedikit lebih rendah terhadap "rasa tidak enak" yang menyertai demam, pengalaman subjektif mereka bisa terasa lebih intens.
Faktor Psikologis dan Sosiologis: Sejak kecil, pria seringkali dididik untuk menjadi kuat, tangguh, dan tidak menunjukkan kelemahan. Tekanan sosial untuk tidak "mengeluh" atau terlihat sakit bisa menyebabkan penekanan gejala di awal. Namun, ketika gejala sudah tidak bisa lagi diabaikan, atau ketika mereka akhirnya "membiarkan diri sakit", dampak yang dirasakan mungkin terasa sangat memukul karena sudah tertahan atau diabaikan sejak awal. Kontras antara ekspektasi untuk selalu kuat dan kenyataan fisik saat sakit bisa memperkuat perasaan "mau mati" tersebut.
Ini bukan berarti pria melebih-lebihkan atau pura-pura sakit; melainkan, kombinasi faktor biologis dan psikososial dapat membentuk persepsi mereka terhadap tingkat keparahan gejala.
3. Kurangnya Pengalaman Sakit Ringan yang Sering