Tampang.com | Thiago Motta datang ke Juventus dengan ekspektasi besar. Setelah sukses membawa Bologna kembali ke pentas Eropa untuk pertama kalinya sejak 1965, banyak yang percaya bahwa ia akan menjadi sosok yang mampu memberikan identitas baru bagi Si Nyonya Tua.
Di musim sebelumnya, Juventus asuhan Massimiliano Allegri memang sukses finis di peringkat tiga Serie A dan meraih trofi Coppa Italia, tetapi permainan mereka kerap dikritik karena terlalu pragmatis. Kehadiran Motta diharapkan bisa membawa pendekatan yang lebih atraktif dan progresif.
Namun, harapan itu berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Juventus justru mengalami kemunduran di berbagai ajang, membuat tekanan terhadap Motta semakin besar.
Ujian pertama Motta datang di Supercoppa Italiana, tetapi Juventus gagal melewatinya setelah kalah 1-2 dari AC Milan di semifinal.
Di Liga Champions, performa Juventus jauh dari kata memuaskan. Mereka hanya mampu finis di peringkat 20 dari 30 tim di fase liga, memaksa mereka menjalani play-off fase gugur. Namun, di babak tersebut, mereka disingkirkan oleh PSV Eindhoven dengan agregat 3-4, menambah daftar kekecewaan bagi para penggemar.
Coppa Italia, yang musim lalu menjadi penyelamat bagi Juventus, kali ini juga tidak memberikan kebanggaan. Langkah mereka terhenti di perempat final, setelah kalah adu penalti dari Empoli, tim yang seharusnya bisa mereka kalahkan dengan mudah.