Ia menambahkan, penanganan detonator semacam itu memerlukan perlakuan yang sangat hati-hati, memperhatikan kondisi dan suhu di medan, serta hal-hal teknis lain yang memicu risiko meledak. Oleh karena itu, penanganan harus dilakukan oleh tenaga profesional yang terlatih.
Kedua, soal keterlibatan masyarakat dalam proses yang semestinya hanya ditangani oleh tenaga profesional. Wahyu mengungkapkan bahwa semula masyarakat hanya dilibatkan untuk pekerjaan administratif, seperti memasak dan menggali lubang. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi pengembangan pelibatan hingga masyarakat turut memindahkan material berbahaya ke lokasi pemusnahan.
“Kejadian tersebut menjadi evaluasi tegas dari pimpinan Angkatan Darat bahwa kegiatan pemusnahan amunisi dan bahan peledak serta kegiatan berisiko lainnya, ke depan tidak lagi melibatkan masyarakat sama sekali, termasuk untuk membantu kegiatan administrasi/penyiapan logistik," tegas Kadispenad. "Semuanya akan ditangani oleh satuan-satuan TNI AD sendiri," sambung dia.
Selain itu, TNI AD juga akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi modern, seperti mini backhoe (alat berat penggali) dan robot penjinak bom, dalam proses pemusnahan amunisi. Hal ini dilakukan guna meminimalisir pelibatan personel serta risiko yang ditimbulkan.