Namun, ia juga mengingatkan bahwa penerapan sistem ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kolaborasi lintas sektor, termasuk keterlibatan berbagai kementerian yang terkait dengan hukum, kekayaan intelektual, hingga regulasi bisnis. Menurutnya, masalah royalti bukan hanya soal musik, melainkan juga mencakup ranah paten, hak cipta, dan aturan hukum lain yang memerlukan kepastian regulasi. Tanpa dukungan kuat dari pemerintah dan pemangku kepentingan lain, teknologi secanggih apa pun tidak akan mampu berjalan optimal.
Sejalan dengan gagasan tersebut, pemerintah melalui Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, tengah mendorong lahirnya Protokol Jakarta, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk menghadirkan transparansi dalam pengelolaan royalti di tingkat global. Protokol ini diharapkan bisa menciptakan keseimbangan antara kepentingan pencipta lagu yang berhak atas penghasilan dari karya mereka dengan hak masyarakat untuk tetap bisa mengakses musik secara wajar. Langkah ini dinilai strategis karena memberikan standar internasional yang bisa diadopsi, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem musik dunia.
Dukungan juga datang dari Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia atau WIPO. Direktur Jenderal WIPO, Daren Tang, menyambut baik langkah Indonesia dan bahkan meminta agar inisiatif ini dibawa langsung ke forum Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) di Jenewa, Swiss pada Desember 2025. Tidak hanya itu, Tang juga dijadwalkan berkunjung ke Indonesia pada 11–13 Agustus 2025 untuk melihat langsung bagaimana program dukungan serta pembangunan kapasitas yang selama ini dijalankan WIPO bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum. Dalam kunjungan tersebut, ia akan berdialog dengan pemerintah, pelaku industri, akademisi, serta komunitas kreatif untuk mencari formulasi bersama mengenai bagaimana kekayaan intelektual bisa dijadikan alat strategis meningkatkan daya saing nasional.