Ketinggian Geografis dan Topografi yang Berpengaruh
Faktor ketinggian geografis dan topografi juga memegang peranan sangat penting dalam menentukan intensitas suhu dingin. Daerah-daerah dataran tinggi dan pegunungan di Jawa, seperti Dieng, Bromo, atau kawasan Puncak, secara konsisten mencatat suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan wilayah pesisir. Fenomena ini dikenal sebagai laps rate, di mana suhu udara akan menurun sekitar 0,6 hingga 1 derajat Celsius setiap kenaikan 100 meter ketinggian.
Di Dieng, misalnya, seringkali terjadi embun upas atau embun beku, fenomena di mana titik-titik air di permukaan tanaman membeku menjadi es. Ini terjadi karena suhu udara di ketinggian tersebut dapat turun hingga di bawah titik beku air (0°C) saat malam hari yang cerah dan kering. Topografi lembah atau cekungan di dataran tinggi juga dapat memicu inversi suhu, di mana udara dingin yang lebih padat terkumpul di dasar lembah, sementara udara hangat berada di atasnya, memperparah sensasi dingin di area tersebut. Keberadaan gunung-gunung tinggi di sepanjang Pulau Jawa menciptakan kantung-kantung udara dingin yang terisolasi.
Dampak pada Lingkungan dan Aktivitas Masyarakat
Suhu dingin musiman ini membawa dampak beragam pada lingkungan dan aktivitas masyarakat. Bagi sektor pertanian, terutama di dataran tinggi, embun upas bisa menjadi ancaman serius bagi tanaman hortikultura seperti kentang, kol, atau wortel, karena dapat merusak sel-sel tanaman dan menyebabkan gagal panen. Petani harus melakukan berbagai upaya mitigasi, seperti menyiram tanaman dengan air pada dini hari atau membuat penutup.