Tampang.com | Gelombang demonstrasi yang melibatkan mahasiswa serta sejumlah organisasi masyarakat sipil dengan sebutan "Indonesia Gelap" berlangsung di berbagai daerah, termasuk Jakarta, antara tanggal 17 dan 21 Februari. Dalam aksi tersebut, ribuan demonstran menyerbu kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan berkumpul di kawasan Patung Kuda, Jakarta, yang tak jauh dari Istana Negara.
Salah satu latar belakang utama protes ini adalah kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini telah mengarahkan perhatian pada pemotongan anggaran pada sektor-sektor penting, seperti pendidikan. Dedi, seorang pengamat, mengungkapkan bahwa adalah hal yang wajar bagi masyarakat sipil dan mahasiswa untuk melakukan demonstrasi yang berkelanjutan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Dedi menilai bahwa berbagai kebijakan yang diambil di awal masa jabatan Prabowo tidak mencerminkan janji-janji yang sering disampaikannya. Ia menambahkan, praktik efisiensi melalui pemotongan anggaran berisiko menghambat pembangunan yang sangat dibutuhkan. Dalam pandangannya, jika pemerintah benar-benar ingin melakukan efisiensi, maka langkah yang diambil seharusnya adalah merampingkan jumlah kementerian, bukan sekadar memotong anggaran yang mungkin akan berdampak negatif terhadap sektor-sektor vital.
Lebih lanjut, Dedi berpendapat bahwa pemotongan anggaran pendidikan adalah langkah yang tidak rasional, mengingat anggaran tersebut sudah dianggap belum maksimal dalam mendorong kemajuan pendidikan di Indonesia. Ia mencermati bahwa arah kebijakan pemerintah saat ini cenderung tidak konsisten.