Prasasti Kedukan Bukit merupakan salah satu bukti sejarah yang sangat penting dalam kajian sejarah Kerajaan Sriwijaya, yang terletak di Palembang, Sumatera Selatan. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1920 dan dituliskan dalam aksara kuno yang menjadi sorotan para arkeolog dan ahli sejarah karena kemampuannya untuk memberikan wawasan mengenai salah satu kerajaan maritim terkuat di kawasan Asia Tenggara pada masa lalu.
Berdasarkan penelitian, Prasasti Kedukan Bukit diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi. Isi prasasti ini ditujukan untuk memperingati suatu peristiwa penting, yang dikenal dengan nama “Samaratungga” yang berkonotasi dengan ekspedisi ke arah sungai Musi. Melalui metode penanggalan, para ahli meyakini bahwa prasasti ini merupakan pengakuan kekuasaan raja yang memerintah pada waktu itu, yaitu Raja Sriwijaya. Hal ini menunjukkan bahwa Palembang sudah menjadi pusat kekuasaan yang sangat berpengaruh di wilayah nusantara.
Prasasti yang ditulis dalam bahasa Sansekerta ini berdimensi sekitar 177 x 62 cm dan terbuat dari batu. Aksara kuno yang digunakan dalam prasasti ini adalah Kawi, yang merupakan salah satu bentuk pengembangan dari aksara Brahmi. Penggunaan aksara kuno ini mencerminkan pengaruh budaya India yang sangat kuat di Indonesia, terutama di Pulau Sumatera. Melalui prasasti ini, para peneliti dapat memahami lebih dalam tentang interaksi antara Sriwijaya dan kekuatan-kekuatan luar, terutama India.
Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim yang memiliki kekuatan ekonomi berbasis perdagangan. Lokasi strategis Palembang di tepi Sungai Musi memungkinannya menjadi jalur perdagangan yang vital, sehingga tidak mengherankan jika perdagangan menjadi salah satu faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi kerajaan ini. Nusantara yang kaya akan sumber daya alam menjadi daya tarik bagi pedagang dari berbagai daerah, termasuk Tiongkok dan India, untuk datang dan berdagang di pelabuhan Palembang.