Dalam sejarahnya, perahu Phinisi pernah digunakan sebagai alat perdagangan antar pulau maupun luar negeri. Dikenal sebagai pelaut ulung, masyarakat Bugis-Makassar menjadikan perahu ini sebagai sarana untuk membawa barang-barang dagangan seperti rempah-rempah, hasil bumi, dan produk lokal lainnya. Dengan daya tarik dan kemampuan manuvernya yang luar biasa, Phinisi telah menjadi bagian dari jalur perdagangan maritim yang menghubungkan berbagai pulau di Nusantara hingga ke kawasan Asia Tenggara dan bahkan ke benua lain.
Keberadaan perahu Phinisi juga sangat terkait dengan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar. Kapal ini bukan hanya alat transportasi, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat. Dalam banyak ritual dan tradisi, perahu Phinisi sering menjadi objek penghormatan dan pengabdian. Masyarakat menganggapnya sebagai benteng perlindungan, yang membawa keselamatan dan keberuntungan dalam setiap pelayaran.
Seiring berjalannya waktu, warisan budaya perahu Phinisi tidak hanya dilestarikan oleh masyarakat Bugis-Makassar, tetapi juga mulai diakui secara luas sebagai salah satu warisan budaya dunia. Unesco bahkan mengakui Phinisi sebagai warisan budaya takbenda pada tahun 2014, yang menegaskan betapa pentingnya perahu ini dalam sejarah dan kebudayaan maritim global.