Sutradara Rusmedie menjelaskan bahwa konsep cerita pagelaran ini digarap selama hampir satu tahun, berdasarkan riset yang mengedepankan aspek edukasi tanpa meninggalkan sisi hiburan. Tata panggung rancangan Iskandar Loedin tampak sederhana tetapi sarat makna, dengan bentuk tangga melingkar dan lingkaran di tengah yang merepresentasikan wujud geografis Indonesia. Warna biru digunakan untuk menggambarkan lautan yang mengelilingi kepulauan, sementara nuansa cokelat di lantai panggung merepresentasikan daratan, menjadikan panggung sebagai simbol nyata dari Nusantara itu sendiri.
Dalam hal musik, pagelaran ini digarap secara kolaboratif oleh Elwin Hendrijanto sebagai direktur musik, Avip Priatna sebagai konduktor orkestra, serta seniman tradisi Kiki Dunung. Mereka berhasil memadukan kebaruan, tradisi otentik, dan orkestra megah dalam sebuah harmoni yang mencerminkan kehidupan berbangsa di Indonesia. Pertunjukan yang disebut sebagai Indonesian Broadway ini tidak hanya sekadar tontonan, tetapi juga sebuah pengalaman imersif yang memperlihatkan betapa kayanya warisan budaya bangsa.
Antusiasme masyarakat terlihat jelas dengan penuhnya tribun Indonesia Arena oleh penonton yang datang bersama keluarga. Banyak dari mereka mengenakan busana dengan sentuhan wastra Nusantara, semakin menambah semarak suasana. Decak kagum terus terdengar sepanjang acara ketika para musisi, penari, dan penyanyi tampil dengan balutan busana indah yang menampilkan keanggunan tradisi.