Ghufron menjelaskan bahwa dia memiliki hak untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik insan komisi sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021. "Materi laporan saya mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang berupa permintaan hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK, padahal Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum (bukan penyidik), karenanya tidak berwenang meminta analisis transaksi keuangan tersebut," ujar Ghufron melalui keterangan tertulis, Rabu (24/4).
Langkah yang diambil oleh Ghufron disayangkan oleh sejumlah pihak, termasuk Indonesia Memanggil (IM57+) Institute, organisasi yang dibentuk oleh puluhan mantan pegawai KPK yang dipecat karena dianggap tidak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Menurut IM57+ Institute, langkah yang diambil oleh Ghufron dalam melaporkan konflik internal tersebut tidak mencerminkan sikap kepemimpinan yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang pimpinan lembaga antirasuah. Mereka menilai bahwa aksi tersebut justru memperkeruh situasi internal KPK dan dapat mengganggu kinerja lembaga dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Selain itu, permasalahan yang melibatkan Nurul Ghufron juga menjadi sorotan di masyarakat luas. Wacana mengenai konflik internal di lingkungan KPK juga menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan lembaga ini untuk tetap konsisten dalam melaksanakan tugasnya.
Sampai saat ini, persoalan internal di KPK menjadi perbincangan hangat di lingkup masyarakat. Banyak pihak menaruh perhatian terhadap perkembangan kasus yang melibatkan pimpinan KPK ini, dan harapan pun tersematkan agar lembaga ini dapat tetap berfokus dalam memberantas korupsi, tanpa diwarnai oleh konflik internal yang dapat mengganggu kinerja lembaga tersebut.