Tampang.com | Ambisi menghadirkan transportasi publik modern seperti TransJakarta ke kota-kota kecil di Indonesia tak selalu berbuah manis. Beberapa proyek bus rapid transit (BRT) lokal justru terbengkalai, mangkrak, atau hanya beroperasi seadanya dengan jumlah penumpang yang sangat minim.
Contoh Kota: Solo, Palembang, dan Madiun
Bus Trans Solo (BST), misalnya, sempat digadang menjadi solusi kemacetan. Namun di lapangan, banyak halte rusak, jalur tidak eksklusif, dan frekuensi bus tidak teratur. Penumpang akhirnya kembali ke kendaraan pribadi atau ojek online.
Hal serupa juga terjadi di Palembang, di mana bus Trans Musi beroperasi dengan armada terbatas dan kerap kosong. Beberapa koridor bahkan dihentikan karena minimnya subsidi dan rendahnya okupansi.
Biaya Tinggi, Manfaat Minim
Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2024, banyak proyek BRT di daerah yang menyedot dana ratusan miliar tapi tidak memenuhi target pelayanan publik. Hal ini disebabkan oleh perencanaan yang kurang matang, minim kajian kebutuhan pengguna, dan tidak adanya integrasi dengan moda lain.