Sebab, gaji cukup dibayarkan oleh kantor pusat tanpa perlu pergeseran pagu saat terjadi mutasi antarunit. Dengan demikian, pagu tetap stabil dan kualitas laporan keuangan lebih terjamin. “Kehebatan institusi besar, seperti MA, dalam mengawal tegaknya hukum di Indonesia harus terus dijaga dengan menjaga hak-hak pegawai diterima tepat waktu,” kata Isti’anah.
Ia memaparkan bahwa ada beberapa tantangan yang berpotensi menghambat keberhasilan sistem pengelolaan gaji terpusat. Tantangan tersebut meliputi perbedaan format data supplier antarsatker, keterbatasan kompetensi ASN dalam menggunakan sistem digital, serta kurangnya koordinasi antarsatker.
Oleh karena itu, menurut Isti'anah, diperlukan strategi yang efektif untuk mengatasi kendala tersebut agar proses pengelolaan data kepegawaian dan pembayaran gaji dapat berjalan dengan baik. Ia menegaskan bahwa upaya ini bukan hanya untuk memastikan pembayaran gaji dan tunjangan kinerja (tukin) tepat waktu dan sesuai data, tetapi juga untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan belanja pegawai. Dengan demikian, kualitas laporan keuangan pun akan semakin baik.
Secara umum, pada era digitalisasi saat ini, proses pembayaran APBN membutuhkan dua sistem, yaitu Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) dan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Isti’anah menjelaskan, SAKTI adalah aplikasi yang mengintegrasikan berbagai proses keuangan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran di sisi satker. Sementara itu, SPAN merupakan sistem yang dirancang untuk mengintegrasikan proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan negara. Dengan sistem tersebut, laporan keuangan yang dihasilkan akan lebih akurat, akuntabel, dan transparan dalam pengelolaan anggaran.