Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah memberikan respons positif terkait kebijakan jam malam yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, mereka mempertanyakan aspek cakupan dari ketentuan tersebut, terutama bagi anak-anak yang tidak terdaftar dalam lembaga pendidikan formal. Hal ini diungkapkan oleh Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, dalam wawancaranya dengan Tempo pada Rabu, 28 Mei 2025.
“Kenapa sasarannya hanya untuk peserta didik? Bagaimana dengan anak-anak yang tidak berstatus sebagai peserta didik?” tanya Aris. Ia menegaskan bahwa perlu adanya penjelasan yang lebih mendalam kepada masyarakat mengenai kebijakan ini. Menurutnya, meskipun tujuan dari kebijakan ini sejalan dengan prinsip perlindungan anak, kebijakan yang hanya menyasar peserta didik menjadi kontroversial, mengingat jumlah anak yang tidak bersekolah di Jawa Barat masih cukup signifikan. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah per November 2024, tercatat sebanyak 658 ribu anak tidak bersekolah di provinsi ini. Angka tersebut mencakup anak-anak yang putus sekolah, anak yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta anak yang belum pernah bersekolah sama sekali.
Aris berpendapat bahwa perlindungan terhadap anak harus bersifat komprehensif dan tidak memandang status pendidikan. Ia berharap Pemerintah Jawa Barat dapat melibatkan seluruh ekosistem perlindungan anak dalam pelaksanaan kebijakan ini. Komponen-komponen yang harus dilibatkan mencakup orang tua, aktivis dalam Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), pusat pembelajaran keluarga (Puspaga), serta tokoh masyarakat di tingkat rukun tetangga hingga desa atau kelurahan. “Semua pihak dalam sistem ini harus memahami tata laksana program ini agar penerapannya efektif,” ujar Aris.