“Saat ini pembatalan sertifikat hanya bisa dilakukan setelah proses pembuktian di pengadilan selesai. Dengan kewenangan baru ini, BPN bisa lebih cepat menerbitkan sertifikat yang sah sesuai fakta di lapangan,” jelas Rifqinizamy.
Rifqinizamy juga membuka kemungkinan pembentukan Panitia Kerja (Panja) untuk membahas lebih serius rencana revisi UU Pertanahan tersebut pada masa sidang mendatang. “Kami akan bawa pembahasan ini dalam rapat internal dan kemungkinan membentuk Panja,” tambahnya.
Kasus yang menjadi perhatian publik adalah sengketa tanah milik Mbah Tupon (68) di Ngentak, Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta. Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi dan dua rumahnya akibat diduga menjadi korban mafia tanah. Asetnya sudah berganti nama menjadi milik orang lain dan dijadikan jaminan pinjaman bank.
Sengketa ini bermula dari proses jual beli pada 2020, di mana Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi kepada seorang berinisial BR. Di samping itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanah untuk jalan dan gudang RT. Namun, seiring waktu, sertifikat tanah yang sudah dipecah justru berubah nama menjadi atas seseorang lain yang memiliki pinjaman ke bank.