Selain itu, Adian juga merespons kebijakan pemotongan pendapatan yang diterapkan oleh aplikator kepada driver ojol. Ia mencatat bahwa presentase potongan yang dibebankan kepada para pengemudi kini mencapai 20%, meningkat signifikan dari sebelumnya yang hanya 10%. Peningkatan ini diangap tidak adil, mengingat aplikator tidak memiliki tanggung jawab dalam menyiapkan infrastruktur pendukung seperti pool kendaraan, montir, atau bantuan saat driver mengalami masalah di lapangan.
“Sebagai pengemudi, kami merasa diabaikan. Jika kami mengalami masalah, tidak ada pihak aplikator yang menawarkan bantuan. Namun, di sisi lain, mereka terus mengenakan potongan yang cukup tinggi dari pendapatan kami. Kami mendesak agar potongan ini diturunkan kembali menjadi 10%,” tegasnya.
Adian juga menyoroti ketidakadilan yang terjadi antara perusahaan transportasi online dan offline. Ia berpendapat bahwa perusahaan transportasi offline, seperti bus dan taksi tradisional, memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengurus sopir mereka, termasuk menyediakan layanan perawatan kendaraan, penyelesaian masalah yang dihadapi, dan menjamin keselamatan sopir serta penumpang mereka. Hal ini berbeda jauh dengan situasi yang dialami driver ojol yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kendaraan dan masalah yang mereka temui.
Lebih jauh, Adian mengingatkan bahwa jika tidak ada regulasi yang jelas dan bersifat melindungi para pekerja ojol, maka akan timbul perlakuan yang tidak adil terhadap mereka, yang berpotensi menyebabkan kerugian yang lebih besar baik bagi ojol maupun masyarakat secara keseluruhan. Gangguan terhadap kesejahteraan para driver ini bisa meneruskan dampak negatif terhadap kualitas layanan yang mereka berikan kepada pelanggan.