Sidang etik yang berlangsung selama 10 jam ini mempertimbangkan berbagai aspek terkait kasus penembakan tersebut, termasuk kualitas bukti, motivasi, serta alasan dari perilaku yang dianggap melanggar kode etik. Pemeriksaan mendalam atas kasus ini juga mencakup proses pengumpulan saksi dan bukti yang dilakukan oleh tim KKEP.
Penilaian etis terhadap perilaku anggota Polri menjadi salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh institusi Polri untuk menjaga kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian. Hal ini menimbulkan argumen seputar perlunya penegakan kode etik yang ketat, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan penggunaan kekerasan oleh aparat kepolisian.
Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar, yang menjadi korban dalam kasus ini, adalah seorang perwira kepolisian yang dilaporkan tewas akibat ditembak oleh AKP Dadang Iskandar. Kasus ini menimbulkan pertanyaan yang serius terkait standar operasional polisi dalam menggunakan kekerasan serta bagaimana prosedur yang seharusnya diikuti dalam kasus-kasus kriminal.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya adanya pengawasan internal di institusi kepolisian untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau pelanggaran etika oleh anggota kepolisian. Dengan adanya peraturan-peraturan terkait kode etik dan prosedur disipliner, diharapkan institusi kepolisian mampu menjaga kualitas pelayanan, keamanan, dan perlindungan masyarakat.
Pengadilan kode etik Profesi Polri menunjukkan betapa seriusnya penegakan aturan dalam institusi kepolisian, terutama terkait perilaku anggota kepolisian yang harus senantiasa menjunjung tinggi prinsip etika. Keberadaan komisi kode etik Polri menjadi sebuah wadah untuk menyelesaikan kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran kode etik dan dapat menjadi contoh bagi aparat kepolisian lainnya.