Dalam konteks ini, penting untuk bertanya siapa yang sebenarnya akan merugi jika iuran Tapera ditolak mentah-mentah oleh pengusaha dan buruh? Dengan penolakan ini, program Tabungan Perumahan Rakyat akan kesulitan untuk mendapatkan sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk membangun perumahan yang layak bagi para buruh. Akibatnya, buruh akan tetap terjebak dalam kondisi perumahan yang tidak layak, sementara pengusaha juga akan terus dikritik karena dianggap tidak peduli terhadap kesejahteraan para buruh.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, sebut kemunculan regulasi itu ditolak berbagai pihak. Shinta sebut APINDO sudah bersurat kepada Presiden Joko Widodo. Pemerintah perlu menjelaskan lebih detail mengenai manfaat jangka panjang dari iuran Tapera, baik bagi para buruh maupun bagi para pengusaha. Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya iuran Tapera dalam meningkatkan kondisi perumahan bagi para buruh.
Tentu saja, selain penjelasan yang lebih komprehensif, pemerintah juga perlu membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut antara para pengusaha dan buruh. Menciptakan forum yang memungkinkan kedua belah pihak untuk menyampaikan kekhawatiran dan pandangan mereka, serta mendengarkan pandangan dari pihak lain akan membantu dalam menemukan solusi yang lebih inklusif. Dengan demikian, diharapkan bahwa penolakan terhadap iuran Tapera bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan.