Sebagai bagian dari upaya memperkuat hukum, RUU baru yang disetujui oleh parlemen bertujuan untuk meningkatkan ancaman hukuman bagi pelaku spionase. Dalam ketentuan baru ini, kegiatan intelijen atau spionase untuk negara musuh bisa dianggap sebagai "kerusakan di muka bumi." Dalam sistem hukum Iran, kejahatan ini tergolong serius, dan pelaku dapat dijatuhi hukuman mati. Juru bicara Kehakiman Iran, Asghar Jahangir, menyatakan bahwa hukum saat ini terlalu umum dan mungkin tidak mencakup semua jenis spionase yang dihadapi oleh Iran saat ini.
Lebih jauh lagi, Iran memantau sentimen-sentimen yang dianggap pro-Israel di media sosial. Banyak warga Iran melaporkan menerima pesan teks massal dari pihak berwenang, memberi tahu mereka bahwa like atau pengikut terhadap konten-konten yang mendukung Israel akan dianggap sebagai tindak kriminal. Selain itu, aturan kepemilikan drone juga diperketat setelah Israel sering menggunakannya untuk melakukan serangan dari dalam negeri.
Dalam konteks ini, pejabat pemerintah berencana untuk menangguhkan kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Mereka menuduh organisasi tersebut telah membuka jalan bagi serangan yang dilakukan oleh Israel.
Otoritas Iran juga menegaskan bahwa operasi keamanan ini bertujuan untuk meredam potensi kerusuhan internal, terutama di daerah-daerah yang dihuni oleh etnis minoritas, seperti daerah Kurdi yang sering menghadapi ketegangan. Pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) telah dikerahkan ke wilayah-wilayah Kurdi, di mana mereka mendirikan pos-pos pemeriksaan dan melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah untuk mencari senjata dan individu-individu yang dicurigai terlibat dalam kegiatan subversif.