Pemerintah Indonesia kini melakukan kerjasama dalam bidang Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dengan berbagai operator sistem pembayaran digital yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Tindakan ini merespons kritik yang dilayangkan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), yang beranggapan bahwa regulasi QRIS dan GPN menghambat keberadaan operator pembayaran asal Amerika di pasar Indonesia.
Sikap tegas perlu diambil, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal. Ia menegaskan bahwa dalam diplomasi perdagangan, khususnya dalam menghadapi tekanan dari negara besar seperti AS, Indonesia tidak seharusnya selalu tunduk pada tuntutan asing. "Indonesia seharusnya dapat bernegosiasi dan tidak harus memenuhi semua yang diminta oleh AS. Kita memiliki hak untuk membantah semua tuduhan yang tidak terbukti," ujarnya saat diwawancarai oleh Kompas pada tanggal 26 April 2025.
QRIS dan GPN dirancang untuk mempermudah transaksi antara pelaku ekonomi di tanah air. QRIS, sebagai platform, memungkinkan konsumen dan pelaku usaha dari berbagai dompet digital seperti GoPay, OVO, dan ShopeePay untuk saling terhubung melalui satu kode yang standar. Bahkan, QRIS kini mulai digunakan dalam transaksi lintas negara di kawasan ASEAN, tanpa terlalu bergantung pada jaringan pembayaran internasional seperti Visa atau Mastercard. Di sisi lain, GPN berperan sangat penting dalam transaksi domestik, karena semua data yang terkait diproses di Indonesia oleh Bank Indonesia (BI). Dengan GPN, biaya administrasi menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya yang dikenakan oleh Visa dan Mastercard. Melalui sistem ini, Indonesia mampu meminimalkan aliran keuntungan ke luar negeri dan sekaligus memperkuat kemandirian infrastruktur keuangan nasional.
Aspek kedaulatan data juga menjadikan pengembangan QRIS dan GPN semakin relevan. Faisal menegaskan, "Jika kita menggunakan QRIS dan GPN, maka semua data transaksi akan tetap tersimpan di dalam negeri. Sebaliknya, jika melalui Visa atau Mastercard, ada kemungkinan data kita bocor ke luar negeri, ini berkaitan dengan keamanan dan kedaulatan data negara kita."