Namun penurunan ini bukan alasan untuk berpuas diri. Ivan memperingatkan bahwa jika tidak ada intervensi yang serius dan berkelanjutan, total perputaran uang dari judi online bisa menyentuh angka fantastis—hingga Rp 1.200 triliun pada akhir 2025. Jumlah ini menunjukkan bahwa pasar judi online masih sangat hidup dan berpotensi merusak tatanan sosial dan ekonomi nasional.
Peran Satgas dan Arah Kebijakan Pemerintah
Merespons kondisi ini, pemerintah Indonesia telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Satgas ini merupakan kerja sama lintas institusi yang melibatkan Polri, Kominfo, OJK, Bank Indonesia, dan tentu saja PPATK sebagai pusat analisis dan intelijen keuangan.
Satgas ini dibentuk atas perintah langsung Presiden Prabowo Subianto, yang menyadari ancaman besar dari judi online terhadap ketahanan sosial masyarakat Indonesia. Tindakan kolektif dari semua institusi ini berhasil menekan peredaran dan mempersulit aktivitas para bandar yang kerap bersembunyi di balik identitas palsu dan jaringan server luar negeri.
Salah satu fokus utama dari Satgas ini adalah memutus jalur transaksi digital yang digunakan para pelaku judi online, baik melalui rekening bank, dompet digital, maupun sistem pembayaran internasional yang sulit dilacak. Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai situs dan aplikasi ilegal telah diblokir, dan sejumlah pelaku berhasil ditangkap dalam operasi gabungan.
Mengapa Anak-anak Bisa Terjerat?
Kemudahan akses ke perangkat digital, minimnya kontrol orang tua, dan penggunaan identitas palsu atau milik keluarga menjadi penyebab utama anak-anak dapat ikut berjudi. Bahkan, beberapa bandar menyediakan “paket pemula” dengan nilai taruhan sangat rendah agar bisa dijangkau oleh anak-anak atau remaja. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menggunakan taktik manipulatif seperti iklan game atau aplikasi hiburan yang ternyata terselubung aktivitas perjudian.
Selain itu, rendahnya literasi digital dan keuangan pada generasi muda membuat mereka menjadi target empuk. Mereka belum mampu membedakan mana aktivitas legal dan mana yang ilegal di dunia maya. Tak jarang juga mereka terjebak dalam skema hadiah palsu, bonus login, hingga tawaran cashback besar yang sebenarnya hanya jebakan psikologis.