Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang pasar global dengan rencana pemberlakuan tarif baru terhadap chip impor dari China, sebuah langkah yang dinilai berisiko menambah panas ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia. Namun, di balik pengumuman tersebut, tersembunyi berbagai kebijakan yang berubah-ubah, memunculkan pertanyaan besar: apakah ini strategi atau justru kekacauan?
Rencana Trump: Tarif Baru, Tapi Fleksibel?
Trump menyatakan akan mengumumkan tarif khusus untuk produk semikonduktor asal China dalam waktu dekat, tetapi memberikan sinyal adanya fleksibilitas bagi beberapa perusahaan. Artinya, tidak semua entitas yang bergerak di sektor chip akan terkena tarif secara langsung.
Pernyataan ini datang bersamaan dengan keputusan mengecualikan smartphone dan komputer dari tarif resiprokal sebesar 145% yang sebelumnya dikenakan China. Namun, bukan berarti produk-produk tersebut sepenuhnya bebas dari beban tarif. Pemerintah AS masih menyusun skema tarif tersendiri untuk jenis barang elektronik seperti HP dan komputer.
“Kami ingin membuat aturan yang sederhana bagi banyak perusahaan, karena kami ingin membuat chip, semikonduktor, dan produk lainnya di dalam negeri,” ujar Trump, dikutip dari Reuters (14/4/2025).
Sayangnya, ketika ditanya lebih lanjut apakah perangkat seperti smartphone dan laptop akan benar-benar dikecualikan, Trump enggan memberikan jawaban pasti. “Kita harus menunjukkan fleksibilitas. Tidak boleh kaku,” ujarnya singkat.
Penyelidikan Keamanan Nasional: Fokus ke Semikonduktor
Melalui akun media sosialnya, Trump mengumumkan bahwa pemerintah AS sedang melakukan investigasi terhadap sektor semikonduktor dan seluruh rantai pasok elektronik dalam kerangka penyelidikan keamanan nasional. Ini merupakan langkah lanjutan untuk memperkuat kebijakan proteksionis yang semakin agresif diterapkan selama masa kepemimpinannya.
Sektor teknologi, khususnya semikonduktor, memang menjadi tulang punggung industri modern. Amerika Serikat, yang selama ini sangat bergantung pada komponen dari luar negeri—terutama China—berupaya keras mendorong produksi dalam negeri (reshoring) untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.