Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi resolusi rancangan yang meminta Israel untuk mengakhiri "kehadiran yang melanggar hukum di wilayah Palestina yang diduduki" dalam waktu 12 bulan, pada Rabu (18/9/2024). Rancangan resolusi ini bertujuan untuk menindaklanjuti pendapat penasihat pada Juli oleh Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah dan permukiman Palestina adalah ilegal dan harus ditarik.
Resolusi ini merupakan yang pertama diajukan secara resmi oleh Otoritas Palestina sejak memperoleh hak dan keistimewaan tambahan bulan ini, termasuk kursi di antara anggota PBB di aula sidang dan hak untuk mengusulkan rancangan resolusi. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa hari sebelum para pemimpin dunia melakukan perjalanan ke New York untuk pertemuan tahunan PBB. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan berpidato di hadapan 193 anggota Majelis Umum pada tanggal 26 September, hari yang sama dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Dalam konteks ini, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, telah mendesak negara-negara untuk memberikan suara tidak pada Rabu. Sebagai sekutu Israel, Washington telah lama menentang tindakan sepihak yang merusak prospek solusi dua negara. Pendapat penasehat ICJ, meskipun tidak mengikat secara hukum internasional, tetapi dapat melemahkan dukungan untuk Israel. Resolusi Majelis Umum juga memiliki bobot politik meskipun tidak mengikat, dan tidak ada hak veto di majelis tersebut.