Dalam dokumentasi video tersebut, Hattab juga memperlihatkan padatnya permukiman di pulau ini. Hampir seluruh permukaan pulau tertutup oleh rumah-rumah berdinding seng yang dibangun sangat rapat satu sama lain, menyisakan jalan setapak sempit sebagai akses utama.
Fasilitas umum seperti warung (yang oleh warga disebut supermarket), tempat hiburan, hingga penginapan sederhana tersedia di sana. Ada pula salon rambut, rumah bordil, empat bar kecil, dan sebuah pos polisi. Walaupun listrik terbatas dan penerangan di malam hari minim, warga tetap menjalani kehidupan mereka dengan semangat yang tinggi.
Menariknya, pulau ini awalnya tidak berpenghuni. Namun seiring menurunnya hasil laut di wilayah lain Danau Victoria—di mana WWF melaporkan bahwa 80% spesies ikan asli di danau ini telah punah dalam 40 tahun terakhir—Pulau Migingo menjadi incaran banyak nelayan. Kondisi geografisnya yang memungkinkan hasil tangkapan ikan nila melimpah membuat nelayan dari berbagai negara seperti Kenya, Uganda, Tanzania, Somalia, Ethiopia, hingga Republik Demokratik Kongo, berdatangan ke Migingo untuk mencari nafkah.
Dari sekitar 130 penduduk pada tahun 2009, kini Migingo dihuni oleh lebih dari 1.000 orang. Pemandangan dari udara menunjukkan hamparan atap-atap seng yang saling menempel rapat menyesuaikan kontur pulau yang berbatu. Uniknya, meskipun padat dan terbatas, masyarakat di sini tetap bisa menciptakan sistem sosial yang berjalan rapi.