Palestina kembali menghadapi kegagalan dalam usahanya untuk menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah Amerika Serikat memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan yang menyetujui status Palestina menjadi anggota penuh PBB. Rancangan resolusi yang diperkenalkan oleh Aljazair, memuat "rekomendasi kepada Majelis Umum agar Negara Palestina diterima menjadi anggota PBB," akhirnya mendapat dukungan sebanyak 12 suara, sedangkan dua negara, yaitu Inggris dan Swiss, memilih untuk abstain, dan hanya satu negara, yaitu Amerika Serikat, menentang rancangan resolusi tersebut.
Keputusan ini menimbulkan kecaman keras dari Otoritas Palestina yang menyalahkan Amerika Serikat atas kegagalan Palestina untuk memperoleh status anggota PBB. Palestina menyebut tindakan Amerika Serikat sebagai "agresi" yang dapat memperburuk keadaan di kawasan Timur Tengah, membresitkan ketegangan yang sudah memuncak.
Untuk dapat disahkan, rancangan resolusi harus memperoleh dukungan dari setidaknya sembilan anggota Dewan Keamanan PBB tanpa ada veto dari anggota tetap, termasuk China, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat. Dengan menggunakan hak veto, Amerika Serikat berhasil menggagalkan usaha Palestina untuk mendapatkan status anggota penuh PBB.
Meskipun mengalami kegagalan ini, Palestina tidak menyerah dan terus berupaya untuk mendapatkan pengakuan internasional. Pada tanggal 2 April, Palestina mengajukan permintaan kepada Sekretaris Jenderal PBB agar permohonan mereka dari tahun 2011 untuk menjadi anggota penuh PBB dipertimbangkan kembali. Hal ini menunjukkan tekad Palestina untuk tetap memperjuangkan hak-haknya sebagai sebuah negara yang merdeka di forum internasional.
Sejak tahun 2012, Palestina telah menjadi Pengamat Tetap di PBB, sebelumnya mereka hanya memiliki status pengamat di Majelis Umum PBB. Status ini memberikan Palestina kesempatan untuk berpartisipasi dalam sidang dan forum-forum PBB serta memperluas jaringan diplomasi internasional mereka.