Prefektur Fukushima di Jepang tengah menghadapi masalah serius terkait layanan kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam hal persalinan. Jumlah fasilitas kesehatan yang mampu menangani persalinan terus mengalami penurunan drastis, terutama di wilayah pedesaan seperti Hanawa. Salah satu contoh paling mencolok adalah penghentian operasional layanan persalinan di Hanawa Kousei Hospital pada akhir Februari 2025. Rumah sakit ini selama puluhan tahun menjadi andalan masyarakat setempat, namun kini harus berhenti melayani persalinan karena kekurangan tenaga medis.
Kini, hanya tersisa 26 fasilitas medis di tujuh kota besar Fukushima yang masih melayani persalinan, angka ini turun sekitar 40 persen dibandingkan satu dekade lalu. Penurunan ini terjadi seiring dengan semakin terpusatnya layanan kelahiran di wilayah perkotaan, sementara daerah pedesaan justru kehilangan akses penting ini.
Dampak Penurunan Fasilitas Persalinan di Fukushima
Pemerintah daerah khawatir fenomena ini akan memperburuk tren penurunan populasi di Fukushima. Ketika fasilitas kesehatan untuk persalinan makin langka, keluarga muda pun enggan menetap di daerah pedesaan. Hal ini tentu menjadi masalah besar untuk keberlangsungan demografis wilayah tersebut.
Hanawa Kousei Hospital yang berdiri sejak 1966, dulunya melayani sekitar 600 persalinan setiap tahunnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, rumah sakit ini hanya memiliki satu dokter kandungan dan tiga bidan yang bertugas. Kekurangan tenaga medis menjadi alasan utama penghentian layanan persalinan, meski layanan pemeriksaan kehamilan dan deteksi kanker masih tetap beroperasi.
Wali Kota Hanawa, Hidetoshi Miyata, menyatakan bahwa situasi ini menjadi pukulan berat bagi kota yang dipimpinnya. Ia menegaskan bahwa jika warga tidak bisa melahirkan dengan aman di daerah mereka sendiri, generasi muda akan cenderung pindah, mempercepat penyusutan jumlah anak di daerah tersebut.
Kisah Nyata: Perjuangan Ibu Muda Menemukan Tempat Melahirkan
Saki Ohira, seorang warga berusia 34 tahun dari Tanagura, harus menempuh perjalanan satu jam menggunakan jalan tol menuju Prefektur Tochigi untuk melahirkan anak kembarnya. Selain beban biaya transportasi, ia juga merasa tekanan mental yang cukup besar akibat jarak yang jauh dan kekhawatiran jika terjadi kondisi darurat saat persalinan.