Teknik Konstruksi yang Jenius dan Cerdas
Selain material, teknik konstruksi yang digunakan juga sangat cerdas. Bangunan kuno Romawi tidak dibangun dengan satu blok beton besar, melainkan dengan konstruksi berlapis dan berongga. Colosseum, misalnya, dibangun menggunakan kombinasi beton, batu bata, dan tuff (batuan vulkanik yang ringan dan kuat). Bagian dalam dinding seringkali dibuat berongga atau menggunakan struktur lengkung (arches). Penggunaan lengkungan dan kubah bukan hanya estetika, melainkan prinsip struktural yang jenius. Lengkungan mampu mendistribusikan beban berat secara merata ke bawah, ke tiang-tiang penopang, sehingga mengurangi tekanan pada satu titik dan membuat struktur jauh lebih stabil.
Para arsitek dan insinyur di masa itu juga sangat memahami kondisi geografis. Mereka membangun pondasi yang kuat, seringkali dengan menggali jauh ke dalam tanah untuk mencapai lapisan yang stabil. Jembatan-jembatan dan akuaduk Romawi, misalnya, dibangun dengan pondasi yang menancap kokoh di dasar sungai atau tanah, memastikan bahwa mereka tidak akan mudah tergerus oleh aliran air atau pergerakan tanah.
Desain yang Adaptif dan Fleksibel
Bangunan-bangunan tua di Italia juga dirancang dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, termasuk gempa bumi. Italia adalah wilayah yang aktif secara seismik, dan arsitek-arsitek di sana secara tidak langsung mengembangkan desain yang punya fleksibilitas struktural. Penggunaan struktur lengkung, kolom-kolom yang terhubung secara logis, dan bahan bangunan yang memiliki sedikit kelenturan membantu bangunan menyerap dan meredam getaran akibat gempa. Ini berbeda dengan struktur kaku yang cenderung lebih mudah retak atau roboh saat diguncang.