O'Reilly membandingkan keadaan ekonomi AS yang menurutnya sangat kuat dengan negara-negara Asia Tenggara yang ia anggap lemah. “Karena kami (AS) punya uang, kami membeli barang-barang itu. Orang Melayu tidak akan membeli barang-barang Anda. Mereka tidak punya uang,” imbuhnya. Komentar ini jelas mencerminkan ketegangan yang ada di tengah perang dagang antara China dan AS, terutama setelah kebijakan tarif baru yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump yang membuat tarif produk China bisa mencapai 245 persen.
Sebagai bagian dari respon terhadap ketegangan ini, Xi Jinping melaksanakan lawatan diplomatik ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja untuk memperkuat hubungan dagang dan mencari alternatif pasar baru. Xi memulai perjalanan dimulai dari Vietnam pada 14 hingga 15 April 2025 dan diterima oleh Presiden Luong Cuong, di mana kedua negara menandatangani sejumlah perjanjian kerjasama strategis.
Setelah dari Vietnam, Xi melanjutkan kunjungannya ke Malaysia antara tanggal 15 sampai 17 April, dengan fokus pada memperkuat hubungan dagang dan investasi dalam proyek inisiatif Jalur Sutra Baru (Belt and Road Initiative). Kunjungan ini bertujuan untuk memperluas pengaruh ekonomi China di kawasan tersebut.