Untuk diketahui, dr Terawan dikatakan telah melakukan pelanggaran yang berat sehingga Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) memberikan sansi pemecatan sementara selama 12 bulan. Pemecatan ini terhitung mulai dari 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019. Selain itu, MKEK juga secara tertulis telah menyatakan mengenai dicabutnya rekomendasi izin praktek dr Terawan.
Banyak kabar menyebutkan bahwa sanksi terebut erat kaitannya dengan metode "cuci otak" yang dikembangkan oleh dr Terawan. Metode "cuci otak" yang dimaksud adalah metode radiologi intervensi yang dilakukan dengan modifikasi DSA (Digital Substraction Angiogram). Dijelaskan kepada komisi I DPR, dr Terawan menyampaikan bahwa metode DSA ini telah melalui riset yang dilakukan enam orang doktor dan menghasilkan 12 jurnal ilmiah.
"Metode ini juga sudah saya presentasikan di Universitas Hasanudin, Makassar bersama lima orang doktor lainnya. Soalnya, ini juga menjadi disertasi saya," jelasnya.
Dukungan terus mengalir terhadap Dr Terawan
Berbagai macam dukungan kemudian muncul dari berbagai pihak. Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, menyatakan bahwa IDI belum menetapkan apapun.
"Kami sudah mendapatkan penjelasan bahwa sesungguhnya belum ada keputusan apapun dari PB IDI berupa pemecatan atau lain sebagainya. Yang beredar adalah keputusan MKEK yang mestinya ini merupakan rekomendasi MKEK kepada PB IDI, dan mestinya ini sifatnya rahasia," jelas Abdul.