Korea Utara
Korea Utara dikenal sebagai salah satu negara komunis terakhir di dunia. Di negara ini, sebagian besar penduduknya adalah agnostik (pandangan bahwa Tuhan tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui) dan ateis (tidak percaya Tuhan).
Natal tidak pernah dirayakan secara terbuka di Korea Utara sejak dinasti Kim mulai membatasi kebebasan beragama pada tahun 1948. Sebagian besar umat Kristiani di Korea Utara menyembunyikan identitas mereka dan merayakan Natal secara rahasia. Hal ini berkaitan dengan ancaman hukuman mati yang diberlakukan terhadap siapa pun yang terbukti mengikuti upacara perayaan Natal di negara tersebut.
Meskipun demikian, konstitusi Korea Utara sebenarnya memberikan kebebasan beragama kepada seluruh warganya. Namun, hal ini tidak berlaku dalam praktiknya. Bagi umat Kristiani di Korea Utara, merayakan Natal secara terbuka merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan bisa berujung pada hukuman mati.
Brunei Darussalam
Brunei Darussalam, negara tetangga Indonesia, juga memiliki sejarah larangan terhadap perayaan Natal secara terbuka. Larangan ini telah berlaku sejak 2014, dan umat Kristiani di negara ini diperbolehkan untuk merayakan Natal secara tertutup dan melaporkan kegiatan mereka kepada pihak berwenang.
Larangan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran terkait perayaan natal berlebihan yang mampu menimbulkan kesesatan pada penduduk muslim di Brunei Darussalam. Melanggar larangan ini dapat mengakibatkan hukuman denda hingga Rp280 juta atau bahkan hukuman penjara selama lima tahun.
Iran
Iran, sebuah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, juga menerapkan larangan terhadap perayaan Natal di tempat umum. Segala bentuk aktivitas Natal, termasuk mendirikan pohon Natal, memasang dekorasi Natal, dan mengenakan pakaian Natal, dilarang dan dapat mengakibatkan sanksi berupa denda atau penjara.