Kampus sering dianggap sebagai lingkungan yang aman dan kondusif untuk belajar dan berkembang. Namun, kenyataannya, kejahatan di kampus bukanlah hal yang asing. Kejahatan di lingkungan akademik dapat mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik hingga kejahatan seksual dan penipuan. Salah satu isu yang sering menyertai kejahatan ini adalah stigma yang melekat pada korban dan pelaku. Artikel ini akan membahas stigma seputar kejahatan di kampus dan bagaimana menanggapi isu sosial yang sensitif ini dengan bijak.
Stigma dan Dampaknya pada Korban
Stigma adalah label negatif atau prasangka yang diberikan kepada seseorang berdasarkan tindakan atau karakteristik tertentu. Dalam konteks kejahatan di kampus, stigma sering kali diarahkan pada korban, bukan pelaku. Misalnya, korban kekerasan seksual sering kali menghadapi kesulitan untuk berbicara tentang pengalaman mereka karena takut akan dikritik atau dianggap sebagai penyebab kejadian tersebut. Hal ini dapat membuat mereka merasa terisolasi dan mengurangi kemungkinan mereka untuk melaporkan kejahatan yang dialaminya.
Stigma juga dapat mempengaruhi kesehatan mental korban. Rasa malu dan rasa bersalah yang tidak semestinya mereka rasakan dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan trauma yang berkepanjangan. Dalam kasus ekstrem, korban yang merasa tidak didukung atau dipahami mungkin menghindari mencari bantuan profesional, yang dapat memperburuk kondisi mereka.